Pandeglang | Siti Nuraida (16) pelajar di Kabupaten Pandeglang, Banten, mengalami nasib pilu lantaran tinggal di rumah reyot sebatang kara.
Ia hidup seorang diri lantaran ibunya meninggal saat dirinya berusia 4 tahun. Sementara sang ayah menikah lagi dan tinggal jauh di perantauan.
Kondisi rumahnya yang berada di Kampung Cimanggu, Kecamatan Cimanggu, memprihatinkan.
Lebih mirip seperti gubuk dengan dinding dari bilik bambu. Saat hujan, bocor di mana-mana lantaran atapnya sudah lapuk dimakan usia.
Siti Nuraida mengatakan, kadang ada perasaan waswas dan khawatir rumahnya roboh. Saat ini saja kondisinya sudah miring.
Aida, sapaannya sehari-hari, bercerita, sejak sepeninggalan orangtuanya, dia tinggal bersama kakak perempuan satu-satunya.
Saat itu ia masih belia, sementara kakaknya juga masih mengenyam pendidikan di sekolah dasar.
Dua bocah tersebut bertahan hidup dari belas kasihan saudara-saudara dan tetangga. Hingga suatu saat, sang kakak menikah dan terpaksa meninggalkan Aida seorang diri.
“Diajak sama saudara untuk tinggal di rumahnya, tapi lebih kerasan di rumah sendiri,” kata Aida saat berbincang dengan Lampung7.com, melalui sambungan telepon, Jumat (9/4/2021).
Untuk keperluan sehari-hari, Aida bergantung pada pemberian sanak kerabatnya. Kadang juga ia mendapat kiriman dari kakaknya yang tinggal di Kecamatan Labuan, Pandeglang.
Tiga bulan lalu kakaknya bercerai dan pergi ke Jakarta untuk mencari pekerjaan, sementara anaknya yang berusia 8 tahun terpaksa dititip di rumah Aida.
Setiap bulan Aida mengaku mendapat kiriman dari kakaknya tersebut untuk biaya hidup sehari-hari berdua bersama keponakannya dan biaya tambahan keperluan sekolah.
Aida kini sekolah kelas 10 di SMK Dwi Putra Bangsa. Beruntung biaya sekolah sepenuhnya gratis.
Guru sekolah Aida, Wardi Kurniawan, mengatakan, kondisi memprihatinkan yang dialami Aida diketahui pihak sekolah akhir Maret lalu.
Saat itu pihak sekolah tengah berkunjung ke kampung Aida untuk keperluan penerimaan siswa baru.
“Saat melintas di rumah Aida, ternyata rumahnya tidak layak huni, akhirnya kita inisiatif untuk galang dana,” kata Wardi.
Wardi kemudian membuka penggalangan dana bertajuk Rp 10.000 untuk Aida. Dari aksi galang dana tersebut kemudian terkumpul sedikit demi sedikit biaya untuk merenovasi rumah Aida.
“Bantuan dari sana sini, termasuk dari Provinsi Banten juga, sekarang lagi direhab sudah 30 persen, tapi donasi masih terus dibuka karena biayanya masih kurang,” kata Wardi.
Pihak Dinas Sosial Pandeglang, kata Wardi, juga sudah datang ke rumah Aida beberapa hari lalu.
Sementara Camat Cimanggu Hadi Fatoni mengatakan, pihaknya sudah mengetahui kondisi Aida yang tidak sebatang kara di rumah tidak layak huni.
Dia mengklaim, pihaknya sudah mengajukan bantuan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dan saat ini sedang diproses.
“Sudah kami ajukan berbagai program untuk Aida, sebelum pemberitaan ini bantuan non tunai BPNT, PKH dan Bantuan Sosial Perumahan Bersubsidi sudah kita programkan,” kata Hadi. | red